TIDAK ADA VAKSIN YANG SEMPURNA
Oleh : Dr. dr. Ampera M, S.Ked., MH - Dokter Ahli Madya BPSDM Sulsel

By Muharrir Mukhlis 26 Jan 2021, 21:11:24 WIB Artikel
TIDAK ADA VAKSIN YANG SEMPURNA

Masalah penggunaan Vaksin sinovac sampai hari ini masih menjadi trending tofik pembicaraan di berbagai kalangan. Pro dan kontra penggunaan vaksin ini menjadi issue perbincangan di warung-warung kopi (warkop) ataupun pertemuan-pertemuan mulai dari pertemuan arisan ibu-ibu sampai pertemuan kalangan elit dikantor ataupun hotel-hotel berbintang.

Vaksin sinovac ini menjadi tranding tofik sebab masih banyak kalangan yang meragukan tingkat keamanan penggunaan Vaksin ini yang memiliki efikasi 65 persen. Meskipun tingkat efikasi ini telah melampau batas yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Efikasi adalah tingkat penurunan suatu penyakit terhadap relawan yang diberikan Vaksin pada uji klinis dengan diperbandingkannya dengan relawan yang mendapatkan placebo atau bahan yang inaktif.

Jika efikasinya 65 persen berarti bahwa kelompok orang yang di Vaksinasi dengan sinovac dalam uji klinis tersebut memiliki potensi atau kecenderungan penularan angka keterpaparan covid-19 jika dibandingkan dengan kelompok orang yang tidak divaksinasi dengan sinovac. Tentunya ini sebuah harapan yang baik dalam upaya memutus rantai penularan covid-19 di masyakat. Angka efikasi ini sangat ditentukan oleh karakteristik sampel kelompok placebo yang digunakan. Jika kelompok placebo yang digunakan adalah orang yang memiliki resiko tinggi seperti tenaga Kesehatan maka efikasinya tentu akan semakin besar karena dasar perbandingannya adalah jumlah prosentase orang yang terpapar covid-19 pada kelompok yang divaksinasi dengan jumlah presentasi orang yang terpapar pada kelompok placebo dikalikan seratus persen. Sedangkan sama diketahui bahwa tenaga Kesehatan sangat mudah terpapar covid-19 karena resiko pekerjaan. Selain karena tingkat resiko yang tinggi efikasi juga dipengaruhi oleh pola perilaku PHBS dari sampel kelompok placebo. Semakin baik perilaku PHBSnya maka semakin rendah tingkat efikasi dari sebuah Vaksin dalam uji klinis.

Semisal dalam uji klinis dilakukan pada 1600 relawan dengan masjng-masing 800 orang perkelompok untuk kelompok yang divaksinasi dan 800 orang dari kelompok berisiko tinggi didapatkan 26 orang yang terpapar covid pada kompok yang divaksinasi dan 120 orang dari kelompok placebo maka efikasinya akan menjadi (15 %-3, 25%) /15% ×100%= 78,3 %..Jadi efikasi bukan jaminan mutlak dari tingkat keamanan penggunaan sebuah vaksin. Pemilihan sampel juga menjadi faktor penentu efikasi sebuah vaksin. Dalam uji klinis vaksin sinovac di Indonesia sampel placebo yang digunakan adalah kelompok masyarakat biasa sehingga tingkat resiko dan kepatuhan terhadap protokol Kesehatan menjadi merata . Dalam hal ini efikasi 65 persen adalah sebuah nilai yang wajar dari gambaran keseluruhan populasi dalam uji klinis tersebut.

Selain hal tersebut dari efikasi 65% menunjukkan bahwa Vaksin ini menunjukkan bahwa ada potensi keterpaparan sebanyak kurang lebih 35% dengan gejala -gejala medis yang ringan sehingga penggunaan Vaksin sinovac sangat layak digunakan di Indonesia sebagaimana dengan dikeluarkannya rekomendasi penggunaan oleh Badan Pengawasan obat dan makanan (BPOM) dari pemerintah. Meskipun demikian dalam setiap Vaksinasi selalu ada kemungkjnan terjadinya kejadian Ikutan pasca Imunisasi/Vaksinasi (KIPI) yang bersifat fatal yaitu berupa syok anafilaktik yang menyebabkan adanya gejala atau tanda ruam kulit yang hebat, gangguan pernafasan, penurunan tekanan darah yang drastis dan bank and sampai menyebabkan kematian

Kejadian syok anafilaktik adalah sebuah reaksi hipersensitivitas dalam tubuh seseorang terhadap allergen atau antigen virus yang djmasukkan kedalam tubuh seseorang. Kejadian hipersensitivitas ini adalah sebuah reaksi imunologis yang sifatnya sangat individual. Sebagai gambaran sederhana, beberapa orang bersama duduk sehidangan dengan menu seafood udang, kepiting dan cumi. Ternyata beberapa diantara mereka ada yang tiba-tiba bibirnya bengkak, mukanya merah, kulitnya bengkak-bengkak, kepala pusing dan mual dan muntah, sedangkan orang yang lain biasa saja dan tanpa gejala sama sekali. Untuk mereka yang bergejala tersebut sesungguhnya sedang mengalami reaksi hipersensitivitas. Jadi sifatnya sangat individual.

KIPI dengan syok anafilaktik sangat jarang terjadi namun tidak dapat diabaikan begitu saja. Selalu ada kewaspadaan dini agar niat baik untuk beroleh kekebalan tubuh tidak berubah menjadi kejadian fatal yang mematikan. Itulah sebabnya mengapa tidak semua orang boleh langsung divaksinasi. Ada serangkaian screening yang harus dilalui sebelum vaksinasi sinovac ini dilakukan. Apalagi bagi penderita yang mengidap penyakit comorbid serta memiliki riwayat hipersensitivitas harus menjadi perhatian dan bahkan mungkin menjadi alasan untuk menunda pelaksanaan vaksinasi ini.

Oleh sebab itu sangat perlu ditegaskan bahwa tidak Ada Vaksin yang sempurna dalam pengertian bahwa selalu ada kemungkjnan seseorang tetap terpapar dengan Covid-19 pasca dilakukannya Vaksinasi namun dengan gejala klinis yang ringan dan tetap pula ada resiko terjadinya syok anafilaktik atau reaksi hipersensitif berat pada orang tertentu meskipun sangat jarang terjadi apalagi jika telah melalui uji klinis yang sesuai dengan standar yang berlaku. Menjadi awasan dari setiap tenaga medis untuk mendapatkan persetujuan tindakan medis baik secara lisan ataupun tertulis untuk menghindari hal-hal yang bersifat hukum pasca dilakukannya Vaksinasi tersebut. (Dr. dr. Ampera M, S.Ked., MH - Dokter Ahli Madya BPSDM Sulsel)

#SukseskanVaksinasicovid-19

#Vaksinsinovaclayakdigunakan